Hari pertama perjalanan ke kampus farmasi tersayang. Tiba sekitar pukul 8. Suasana Jatinangor telah cukup banyak berubah. Gerbang kampus pun dipindah tak lagi di tempat sebelumnya.
Memasuki gerbang kampus, berpapasan dengan dua gadis berbaju kurung, dari arahnya datang, bisa ditebak kuliah di fakultas apa. Lewat di FK dan FKG, terlintas ciri khas mahasiswa-mahasiswi kedok, baik kedokteran atau pun kedokteran gigi. Farmasi bawah, Pakilun MIPA, melewati Geologi, Kimia Sudah Dekat.
Saat tiba di gedung D6 sedang jadwalnya UTS jadi sepi deh. Masuk ke ruang TU, ada dua professor sedang mengobrol, langsung saja menuju A Tedi. Tak perlu menunggu lama, urusan pun selesai. Jadi jalan-jalan sebentar melihat-lihat kampus. Wah, Matematika dan Statistika sudah punya gedung sendiri. Berkeliaran di lantai 2 dan 3 D6, mengurai nostalgia di antara ruang kuliah dan laboratorium. Lab TI, haha.. ketika pernah iseng meng-copy daftar nilai seluruh angkatan, serta mengintip nilai praktikum fitokimia sebelum resmi dikeluarkan. Menyeruaklah kenangan-kenangan itu sembari melanjutkan perjalanan pulang turun gunung. Menebar pandang ke segala sudut kampus penuh kenangan. Wah Masjid Nurul Ilmi tampilannya beda lho. Lapangan dekanat MIPA, sudut kecil di Fasa, Masjid Fisip, dan yang tak boleh tertinggal, the legendary Tanjakan Cinta.
Sebelum pulang mampir ke mallnya Jatinangor. Bookshopping therapy. Nemu bukunya si Ikal Andrea Hirata, The Science of Business. Fiuuh, jadi sempat bertanya-tanya, ini orang yang sama yang nulis Laskar Pelangi sama Sang Pemimpi? Banyak novel, kayanya novel lagi booming sekarang. Jadinya beli Torey Hayden.
Mampir juga di Masjid IPDN. Tak lama menunggangi Elang untuk berhenti di Leuwipanjang. Pulang.
Lalu Teman Sejati maksudnya apa?
Maksudnya adalah "Tebar Cahaya Iman Sejukkan Jatinangor" Setuju?
Hari kedua
Setelah sukses mencairkan honor tulisan yang nyaris hangus, saya bergegas bergabung dengan Warga menuju kota. Perjalanan di bis kota sedikit banyak menggoreskan serpihan sesal di hati karena meninggalkan jadwal di High School Pharmacy. Tapi bagaimana lagi, hidup adalah pilihan. Lagipula manusia bukan amuba yang bisa membelah dirinya menjadi dua. Memilihlah, dan bertanggung jawab atas pilihan yang diambil.
Bertemu kenek bis yang membuat saya terkesan karena ia mengembalikan uang saya yang katanya kelebihan. Uang ongkos yang mestinya cuma dua ribu, saya beri tiga ribu. Lalu ia mengembalikan seribunya. Wew.. jarang-jarang kan ada kenek kayak gini. Dulu bahkan pernah (sering deh) ongkosnya dimahal-mahalin. Lha ini, cuma kelebihan seribu dibalikin. Bagaimana tidak membuat saya bertanya-tanya.
Sampai di tujuan, ketemu dua adik kelas. Bobi dan seorang lagi yang cuma kenal mukanya. Belakangan saya tahu namanya Ana, entah apa nama panjangnya, yang jelas bukan Anna Althafunnisa atau aaaannnnaaaa. Berbincang sambil menunggu giliran. Sedikit banyak menyinggung soal idealisme. Iya sih, idealisme tidak bisa dimakan. Jadi buat apa coba idealisme dipertahankan? Meski idealnya tidak seperti itu, tapi toh dunia berjalan dengan caranya sendiri. Seperti kata Ceu line Dion, That's The Way It Is. Itulah sebagaimana mestinya. You may not like it, but that is the way it is. Fiuuh.. whatever lahm yang jelas saat ini mesti mencari kekuatan untuk melebihi 50 orang.
Btw, Hari ini Hari Blogger Nasional, sudahkah mampir ke blog saya?
Hmm... Tulisan kaya gini dibilang menginspirasi?
Nantikan episode selanjutnya dari Perjuangan Menjadi "The Thirteenth Pharmacist"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar