07 Januari 2018

Belajar dari Sistem Imun Bakteri untuk Menyelamatkan Dunia



Kasus difteri yang kembali mewabah mendorong pemerintah memasukkan vaksinasi difteri ke dalam program nasional. Saat kita melakukan vaksinasi seperti difteri, imun tersebut tidak diwariskan sehingga jika kita ingin agar anak kita juga kebal, kita harus melakukan vaksinasi juga kepadanya.
Sementara bakteri telah selangkah lebih maju, ketika ia mampu melindungi diri dari virus, ia juga mewariskan kemampuannya ketika berkembang biak. Banyak yang bisa dipelajari dari bakteri, salah satunya adalah bagaimana bakteri mengembangkan sistem imun yang sangat efektif dalam menghadapi infeksi virus.
Saat virus menyerang bakteri, bakteri menangkap potongan Asam Deoksiribo Nukleat (ADN) dari virus lalu membuat segmen ADN yang memungkinkan bakteri untuk mengingat virus ini. Ketika virus menyerang kembali, bakteri akan memproduksi segmen Asam Ribo Nukleat (ARN) dan kemudian memotong ADN virus sehingga virus menjadi tidak berdaya.
Penyuntingan gen adalah sebuah teknik untuk menambahkan, memindahkan, atau mengubah materi genetik dalam ADN suatu organisme. Teknik terbarunya dikenal dengan nama CRISPR-Cas9, singkatan untuk Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats and CRISPR-associated protein 9. Teknik ini lebih cepat, murah, akurat dan efisien dibanding teknik lain yang sudah ada serta dapat menangani beberapa gen sekaligus.
Tim dari Universitas Harvard dan MIT, yang dipimpin oleh Feng Zhang, merancang CRISPR-Cas yang mampu melakukan mutasi tanpa merubah ADN. CRISPR-Cas13, mampu mengubah ARN yang akan menjadi basis sintesis protein. Tujuannya adalah memperbaiki sejak awal gen yang dapat menimbulkan penyakit. Teknik ini didasarkan pada protein Cas13, yang mengarahkan aktivitas deaminasi adenosin ke inosin oleh ADAR2 (adenosine deaminase acting on RNA type 2).
Sistem ini diberi nama REPAIR (RNA Editing for Programmable A to I Replacement), yang dapat digunakan untuk memodifikasi urutan ARN yang mengandung mutasi patogenik tanpa perlu mengubah ADN. REPAIR adalah platform menjanjikan untuk mengubah ARN dengan aplikasi luas dalam riset, kedokteran dan bioteknologi.
Selain di bidang kedokteran, penggunaan CRISPR juga diterapkan di bidang pangan. Tanaman coklat memerlukan kondisi khusus untuk dapat tumbuh. Itu sebabnya lebih dari separuh pasokan coklat dunia berasal dari dua negara di benua Afrika, Pantai Gading dan Ghana. Sebagai dampak perubahan iklim, tanaman coklat diprediksi akan musnah pada tahun 2050. Untuk itu Myeong-Je Cho, dari Innovative Genomics Institute, Berkeley, Amerika Serikat, menggunakan teknik CRISPR untuk mengubah gen tanaman coklat agar mampu bertahan dalam perubahan iklim.
Kita perlu belajar banyak dari bakteri untuk menyelamatkan dunia ……………. dari kehilangan coklat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar