Saat berkelana di jagad maya, saya menemukan petikan wawancara dengan Pak Anas, Dekan Farmasi Unpad tentang Obat Palsu.
Ini kutipannya dari sebuah blog.
Untuk mengulas masalah ini, wartawan Jatinangor, San Yasdi mewawancarai Prof. Dr. Anas Subarnas, M.Sc., bertempat di ruang seminar Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Jumat (13/10) siang. Pria yang lahir di Ciamis pada tanggal 19 Juli 1952 dan bertempat tinggal di Jl. Anggrek No. 3, Blok I, Bumi Rancaekek Kencana Bandung ini adalah Guru Besar di bidang farmakologi dan juga Ketua Jurusan Fakultas Farmasi Unpad. Beliau juga alumni dari jurusan Farmasi Unpad tahun 1982.
Berikut petikan wawancaranya:
Mengapa masalah kosmetik dan obat-obatan palsu baru marak akhir-akhir ini padahal masalah ini terjadi tiap tahun?
Badan POM adalah badan yang berwenang untuk masalah ini. Biasanya tiap tahun BPOM mengagendakan sidak sekali atau dua kali ke tempat-tempat yang dicurigai menjual obat-obatan dan kosmetik palsu. BPOM akan melakukan inspeksi apabila ada pengaduan dari masyarakat mengenai keberadaan obat-obatan dan kosmetik palsu oleh karena itu mungkin masalah ini baru terdengar sekarang ini.
Apakah pembuatan obat palsu itu mudah sehingga mudah didapatkan di pasaran?
Mudah sekali. Dulu ada kasus tablet parasetamol palsu. Obat ini ternyata tidak mengandung apa-apa selain amilum. Obat itu dilabeli tulisan 500 miligram dan masyarakat yang mengonsumsinya tidak merasakan khasiat apa-apa.
Apakah orang yang bukan dari farmasi dapat membuatnya?
Tentu bisa. Jika orang itu memiliki pengetahuan mengenai farmasi terutama pembuatan tablet, dia dapat membuatnya. Apabila dia memiliki alat cetak dan kapsul, hal tersebut mudah sekali dilakukan.
Kenapa obat-obatan dan kosmetik palsu mudah sekali didapatkan di pasar dan masalah ini merupakan masalah yang berulang kali terjadi?
Ini terjadi karena orang-orang yang nakal. Banyak industri kecil atau industri rumah tangga yang membuatnya dan ingin mengeruk keuntungan dari konsumen. Masalah ini sulit diselesaikan karena sudah lama terjadi dan cukup luas penyebarannya. BPOM baru akan bekerja apabila ada pengaduan dari masyarkat.
Apakah tanda registrasi pada obat dan kosmetik mudah dipalsukan sehingga banyak masyarakat yang tertipu?
Bisa saja. Tapi produk-produk itu akan diperiksa oleh Balai Besar POM (khususnya Jawa Barat) apakah produk tersebut terdaftar di dokumen registrasi. Apabila setelah dicek nama obat itu tidak terdaftar, baru obat itu akan ditarik dari pasaran.
Menurut Anda sudah sejauh manakah penyebaran obat-dan kosmetik palsu?
Masalah ini sudah lama terjadi sehingga penyebarannya sudah sangat luas sekali dan tidak akan dapat terselesaikan dengan mudah apabila tidak ada kerja sama antara konsumen dengan BPOM untuk menumpas produsen obat dan kosmetik palsu.
Apakah ada takaran untuk unsur tertentu untuk menyebut obat dan kosmetik itu berbahaya?
Untuk kosmetik, ada takaran tertentu. Umumnya kosmetik pemutih wajah. Di dalamnya terkandung unsur hodroquinon dan merkuri. Ada takaran tertentu sekitar 2 % untuk batas aman pemakaian. Umumnya kosmetik dan obat palsu memiliki dosis tinggi di luar batas yang ditentukan sehingga membahayakan konsumen.
Gejala-gejala yang ditimbulkan kosmetik palsu?
Kita dapat membandingkan mana kosmetik palsu dengan kosmetik asli dari efek pemakaian. Apabila yang palsu, efeknya umumnya cepat terjadi. Misalnya pada pemakaian kosmetik pemutih wajah. Ada konsumen yang wajahnya memutih dalam seminggu atau sebulan, namun apabila dia tidak memakai kosmetik itu wajahnya akan memerah, timbul jerawat, menghitam dan banyak lagi sehingga ia mengalami ketergantungan terhadap produk itu. Namun ada beberapa yang kosmetik dan obat palsu yang tidak memiliki efek sama sekali karena tidak memiliki kandungan yang berkhasiat, hanya ditempeli merek yang sama dengan merek yang asli lalu dijual ke pasar.
Terkadang iklan menipu, terutama obat. Dulu saya pernah menulis di koran tentang iklan obat supaya jangan disamakan dengan iklan produk lain. Obat itu berhubungan dengan keadaan jiwa seseorang. Misalnya konsumen berlebihan mengonsumsi obat tertentu, dia akan keracunan bahkan sampai menimbulkan kematian. Oleh karena itu harus dibatasi pemakaiannya.
Bagaimana cara masyarakat membedakan antara obat dan kosmetik palsu dengan produk yang asli?
Kalau pemalsu itu cerdik, kita sulit membedakannya. Hal itu dapat dilihat dari nomor registrasi dan perbandingan kandungan. Apabila ada dua produk dengan merek sama namun khasiat berbeda, hal itu patut dicurigai. Efek yang merugikan juga pasti dirasakan oleh konsumen obat dan kosmetik palsu.
Kenapa iklan obat di koran-koran seperti obat peninggi badan, pelangsing dan pemutih wajah masih bisa lolos dari BPOM di pasaran walaupun sudah terbukti produk tersebut tidak berkhasiat?
Memang umumnya iklan-iklan seperti itu bohong. Kita tidak bisa menyalahkan BPOM mengenai kenapa produk-produk tersebut masih bisa beredar di pasaran. Iklan itu harusnya bersifat mendidik dan jangan memikirkan unsur komersialisasi saja. Masyarakat juga harus pintar memilih produk.
Solusi agar hal ini tidak terjadi lagi di masyarakat?
Pertama, pengawasan dari BPOM. Kedua, masyarakat harus cepat tanggap bila menemukan obat dan kosmetik palsu. Mereka harus melaporkan ke BPOM secepat mungkin agar masalah ini bisa cepat diselesaikan. Ketiga, dihimbau agar para produsen obat dan kosmetik, terutama produsen obat dan kosmetik palsu, agar mementingkan kesehatan dan keselamatan konsumen. Jangan hanya memikirkan bagaimana menarik keuntungan sebesar mungkin.
Sedikit dari saya.
Di atas ditulis Ketua Jurusan Fakultas Farmasi Unpad. Saat ini Ketua Jurusan tidak dipakai lagi karena sudah menjadi Dekan. Ini berhubungan dengan status Farmasi Unpad yang telah beralih dari jurusan menjadi fakultas.
Sedalam yang saya kenal, Pak Anas itu pemimpin yang kooperatif dan mengayomi.
Fajar Ramadhitya Putera
~yang pernah jadi Bimbingannya Pak Anas~