12 Februari 2008

Sekolah Kehidupan

Non Scoale Sed Vitae Discimus. Jika diterjemahkan secara bebas, kira-kira kutipan itu artinya, bahwa sekolah itu bukan untuk mencari nilai, tapi untuk kehidupan itu sendiri. Istilah sekolah juga sebenarnya berarti waktu luang, karena dulu orang Yunani memanfaatkan waktu luang untuk menitipkan anak-anak mereka untuk diajari. Kini, rasanya sekolah sulit diartikan sebagai waktu luang. Sekolah adalah kewajiban, sekolah adalah rutinitas. Lebih luas lagi, pendidikan, termasuk kuliah mestinya juga bukan (sekedar) mencari nilai atau gelar, tapi (juga) untuk mencari nilai-nilai. Berbedakah antara ”nilai” dengan ”nilai-nilai”? Mestinya berbeda, nilai semata hanya menunjukkan proses belajar yang kering. Sekolah sangat bisa digunakan sebagai sarana pembelajaran nilai-nilai kehidupan. Dimana manusia tidak saja diajari membaca huruf, tapi bagaimana membaca buku raksasa kehidupan.


Berbincang tentang sekolah dan kehidupan. Mungkin sejatinya kehidupan ini adalah sekolah paling luas dengan waktu belajar seumur hidup, diajar oleh setiap insan dengan kurikulum kehidupan. Karena itu, setiap orang adalah guru, dan guru yang paling mempengaruhi seringkali hanyalah orang biasa, ketika guru serupa itu meniadakan jarak antara idealita dan realita. Yang mengajarkan bahwa manusia-manusia bumi bisa terbang ke negeri di awan. Guru-guru yang paling mempengaruhi seseorang seringkali bukanlah nama besar yang telah dikenal banyak orang, bukan berarti mengecilkan peran mereka, tapi guru-guru biasa inilah yang mengajar dalam arti yang paling sederhana. Karena yang diajarkannya bisa dilihat langsung dengan mata kepala.

Waktu itu banyak belajar tentang keluasan hati dari seseorang mahasiswa tingkat akhir di kampus. Belajar tentang menghargai waktu dari seorang adik kelas di fakultas. Seorang guru mengingatkan untuk tidak takut bermimpi dan membaginya. Berkenaan dengan semangat dan keteguhan, rasanya akan terkenang dengan seorang teman satu kostan dulu. Dan mereka adalah orang-orang biasa, bukan orang hebat ternama, meski mungkin kelak mereka akan menjadi orang besar berikutnya. Memang banyak pengajaran dan hikmah dari tulisan-tulisan kaya makna, atau ceramah-ceramah yang menggugah. Tapi seringkali sulit dalam mewujudkan itu ke tataran realita. Namun ketika bertemu dengan ”guru-guru” orang biasa ini, akhirnya mampu mewujudkan nilai-nilai langit itu. Karena tindakan memang lebih menggerakkan dari kata-kata. Seperti keseharian memang lebih jujur tentang diri dari pada momen-momen penuh gempita.

Pada hakikatnya, wisuda hanyalah seremonia, karena belajar itu seumur hidup



Terimakasih Guru Kami

Kepada semua pendidik di seluruh dunia

Terimakasih guru kami

Terimakasih atas semua pengabdian, Terimakasih atas jasa-jasa dan pengorbanan, Terimakasih atas tangan lembut membimbing, Terimakasih atas langkah ikhlas mengajari

Terimakasih guru kami

Sebuah surat sederhana yang ditulis untuk guru kami, sebagai bentuk penghargaan yang tak sebanding dengan semua yang telah diberikan. Menyadari bahwa kami menjadi berarti melalui perantaraan guru-guru kami. Peran serta guru kami membentuk dan memoles pribadi kami, mengajari kami keterampilan hidup dan kemampuan berkarya. Terimakasih atas semuanya.

Menyertai sebentuk penghargaan kami, terimakasih guru kami

Tidak ada komentar:

Posting Komentar