14 April 2008

Chest La Vie

Oui, chest la vie. Ya, inilah hidup. Hidup yang terlalu berharga untuk dilakoni seadanya, untuk amalan yang tanpa makna. Hidup yang cuma dijalani sekali untuk menentukan keputusan tempat pulang terakhir apakah tempat terindah atau tempat tinggal yang seburuk-buruknya. Inilah hidup kita. Kita yang akan menjalaninya.


Farmasi. Kata yang telah akrab dengan keseharian. Inilah bagian dari hidup kita, bagian dari mimpi besar kita, bagian dari cita-cita kita. Profesi yang begitu mulia, pun berpotensi menjadi nista. Dunia yang begitu carut marut, namun pula begitu rapi tertata. Dunia dengan segala kemajuan dan inovasi, tetapi juga larut dalam kejumudan dan keterbelakangan penerapan.


Sudah siap menyelam lebih dalam? Mari kita mulai. Apotek, Sarana tempat dilakukannya pelayanan kefarmasian. farmasis selayaknya sangat peduli terhadap bidang ini. Kondisi realitas sekarang adalah kurang (tidak) diakuinya eksistensi farmasis di apotek. Ini sebanding dengan penghargaan, penyelenggaraan fungsi dan kompensasi. Jika dianalisis, mungkin salah satu penyebabnya adalah karena pada dasarnya semua pekerjaan kefarmasian dapat dialihkan ke asisten farmasis, sehingga tidak membutuhkan kehadiran farmasis. Kondisi ini diperparah dengan realitas masyarakat yang jarang sekali merasa membutuhkan kehadiran farmasis untuk berkonsultasi dan meminta informasi mengenai obat.


Kesimpulannya, jalan kita masih sangat panjang, maka semua potensi kita perlu kita optimalkan, kita akan menantang badai. Karena hidup adalah perjuangan. Ya inilah hidup. Chest la vie


“Heal the world, make it better place. For you and for me and the entire human race. There are people dying, if you care enough for the living.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar