18 Juli 2010

Siap atau Tidak, Hadapi Tembokmu!

Impian, cita-cita, semangat dan ambisi. Desir-desir hati manusia memang akan selalu mengejar mencari sesuatu, mungkin hingga ujung waktu.

Tapi apakah manusia selalu mendapatkan apa yang dicita-citakannya?
Bukankah terkadang ada tembok yang tegak berdiri menghadang?
Terkadang tembok melambangkan arogansi, mungkin seperti tembok pemisah Palestina ini.

Hanya saja ingatlah, arti hadir tembok bukan untuk membuat langkah terhenti. Seperti kata Randy Pausch yang menulis 'the Last Lecture' (salah satu buku termahal yang pernah saya beli, untung lagi diskon), "Tembok penghalang berdiri disana karena suatu alasan, bukan untuk menghalangi kita! Tembok itu ada untuk memberi kesempatan untuk menunjukkan sekuat apa kita menginginkan sesuatu”.

Tembok Ratapan

Di bukunya itu, ia bercerita tentang bagaimana ia mewujudkan satu per satu impian masa kecilnya, melewati satu demi satu tembok yang merintangi. Termasuk ketika ia memilih sang pendamping. Menurutnya, Jai, yang kemudian menjadi istri tercintanya merupakan salah satu tembok penghalang yang paling mengesankan dalam hidupnya. Ia menyebut istrinya, tembok cantik setinggi 167 cm, yang sanggup membuatnya menangis, mengevaluasi seluruh hidupnya, juga menelepon ayahnya dalam keadaan tidak berdaya untuk meminta bimbingan dalam mendaki tembok itu.

Pembangunan tembok Berlin, yang memisahkan banyak keluarga.

Ada beberapa cara untuk melintasi tembok yang menghalangi impian, yang kau cita-citakan.
Kau bisa melompatinya, menubruknya, mencari celah untuk menyelinap, mengambil jalan memutar, atau mungkin cara lain yang belum terlintas di pikiran.

Melompat lebih tinggi dari tembok. Cara ini memerlukan energi potensial untuk ditransformasi menjadi energi kinetik yang dapat melejitkan diri melampaui tembok yang menjulang tinggi. Resikonya adalah jika ternyata lompatanmu kurang tinggi sehingga kau malah menabrak tembok (seperti George of the Jungle).

Menubruk tembok hingga ambruk. Cara ini yang dilakoni Lenin muda ketika berhadapan dengan aparat. Ketika aparat berkata padanya, "Kau sedang menubruk tembok", Lenin menjawab "Ya, tapi tembok itu telah rapuh dan akan segera rubuh." Jelas, cara ini memerlukan daya dobrak yang besar.



Mencari celah menyelinap. Ya ya.. cara ini pernah berhasil dicoba, tapi temboknya memang seluas tembok Cina, lalu bagaimana jika hanya tembok rumah biasa?


Mengambil jalan memutar. Fiuuhh, kebayang jauhnya. Masalahnya adalah waktu, yang terus berpacu.

Hmm.. bagaimana sebaiknya menyiasati tembok yang menghalangi?

Kata seseorang, Tembok kalo dikikis walau pelan2 juga akan runtuh :)
 
Kata yang lain, temboknya dijadikan penyangga rumah aja. klo memang kuat :)

Kata yang lain lagi, sebenarnya, ada satu penemuan manusia yang luar biasa...yang bisa kita gunakan untuk melihat ke balik tembok....jadi kita bisa meneropong apa yg akan kita hadapi nanti...bisa membuat rencana sebelum mendobrak, menubruk, mengitari, atau mencari2 celah.. :)