18 Januari 2010

Berjalan Terus Tanpa Henti

Belum lama ini nyasar ke situs sebuah apotek jaringan, sebut saja apotek m. Jadilah melakukan sebuah pengamatan sederhana pada tampilannya. Cekidot.

Mottonya ga selaras, nama lokal, tapi motto Inggris. Pake domain situs yang gratisan pula. Tapi filosofisnya bagus dan bisa menjadi pembeda jika dapat benar-benar diterapkan. Jangan sampai over promise karena lidah tidak bertulang.

Tapi ngeliat itu jadi inget setahun lalu. Saat berkunjung keliling Malaysia dalam setengah hari, melawat Jonker Park bak berada di China. Kadang berfikir apa artinya fragmen pengalaman di Malaysia itu. Pengalaman pahit atau menyenangkan. Dua-duanya sih, tapi mana yang lebih dominan. Mungkin ga penting untuk dijawab, cukup dikenang yang manisnya, ambil hikmahnya dan lanjutkan hidup. Karena istirahat yang sebenarnya, tempatnya bukan di dunia.

13 Januari 2010

Menunggu itu Bosan

“Kita tak kan pernah mendahului nasib!” teriak Arai.
“Kita akan sekolah ke Prancis, menjelajahi Eropa sampai Afrika! Apa pun yang terjadi!” (Sang Pemimpi)

Menunggu itu bosan. Tanya saja pada pasien yang sedang menunggu resep racikan. Jadi daripada menunggu tak tentu lebih baik melangkah menjemput mimpi. Apa impian terbesar dalam hidupmu? Buat saya salah satunya adalah "Meraih gelar Master". Tapi ngambil S2 dimana? Ga mungkin kan ngambil di tukang es? Btw, kenapa ya Andrea Hirata menyebut Paris sebagai pusat ilmu, bukannya Paris tu pusat mode? Apa mungkin karena revolusi Eropa yang tahun 1848 itu dimulai dari Perancis? Jadi bertanya-tanya Universitas paling keren itu apakah Harvard, Stanford, MIT, al Azhar, Hogwarts atau Beauxbaton? Dulu Alexandria pernah jadi pusat pengetahuan terlengkap pada zamannya, kayanya seru juga jalan-jalan ke sana. Salah satu hobi saya adalah jalan-jalan ke kampus, melihat-lihat gedung, papan pengumuman serta mengamati gaya mahasiswa di kampus tersebut. Selain Unpad tentunya, kampus yang pernah saya visite antara lain ITB, Undip, UGM, UPI, UNI, UPN, Hmm.. saya belum pernah menelusuri UI. Jadi bagusnya kuliah di mana ya?
Di tahun 2009 cukup banyak keajaiban yg mengukir senyum di wajah. Maka 2010 adalah saat menanti keajaiban berikutnya.

Mimpi lain yang belum terwujud adalah menulis buku. Yah mimpi yang tertinggal kereta ketika tersadar bahwa banyak (banget) kawan-kawan bahkan adik kelas yang sudah berhasil di bidang ini, sementara gw masi cuma bermimpi-mimpi. Dulu, perpustakaan dan toko buku adalah hal-hal yg menghiasi masa kecil. Kalau merujuk ke cerita orang tua, waktu kecil suka nebeng baca sama orang. Sambil makan baca majalah Bobo. Banyak sudah tulisan yang mewarnai jiwa saya. Miranda Risang Ayu dengan gaya penulisan kontemplatif yang membuat kita merenung dalam setiap membacanya. Dan Brown dengan karya-karyanya yang mencengangkan belum lagi risetnya yang intensif. Clifford Irving, yang demikian pede membuat suatu biografi Howard Hughes. Gede Prama, yang mencerahkan dan menyejukkan. Anis Matta yang menggugah dan mempesona. Ah, jika didaftar semuanya akan serupa deret tak hingga. Cukup sekian saja.
Menunggu itu bosan, karena itu lebih baik melangkah menjemput mimpi.

06 Januari 2010

Apoteker Bukan Profesi Murah-an

Sebuah curhatan di sebuah situs mikroblogging menyinggung tentang akan naiknya biaya kuliah profesi apoteker di sebuah kampus. Kalau dipikir-pikir, memanglah biaya produksi seorang apoteker itu mahal. Itu baru biaya kuliahnya saja, belum lagi jika biaya tidak tetap juga diperhitungkan, juga biaya hidup, atau biaya yang sifatnya intangible.

Karena itu wajar jika ada yang berfikir untuk mengembalikan modal setelah menjadi apoteker. Wajar kan? Setelah mengeluarkan biaya yang cukup besar, lalu mengharapkan keuntungan yang besar. Remunerasi yang memadai, status sosial yang baik, jaminan hidup dan sebagainya tentu jadi idaman.

Saat ini, apakah para apoteker sudah dapat mencapai semua itu? Rasanya sulit untuk menjawab 'ya' dengan keyakinan penuh. Karena itu di milis ikatan mahasiswa farmasi sempat ada yang merasa perlu untuk bertanya "Masih perlukah apoteker di Indonesia?" Yang waktu itu saya jawab. "Tidak Perlu." Yang tentu saja langsung mengundang kontroversi :P
*I love doing this*.

Perbedaan sudut pandang berperan di sini. Pengguna jasa apoteker sepertinya nyaris tidak peduli semahal apa biaya yang dikeluarkan untuk mendapat gelar Apt. Pengguna jasa apoteker, baik itu pasien, atasan atau PSA, lebih peduli pada apa nilai tambah yang dapat diberikan oleh apoteker sebagai seorang profesional. Karena itu selama apoteker masih dipersepsi sebagai cost center dan bukan investasi, penghargaan yang baik tentu tak kan mendekati. UU dan PP yang baru disahkan September kemarin sebenarnya membawa harapan, tapi harapan itu akan tak bermakna jika tak ada komitmen. Komitmen memberikan yang terbaik, yang akan menunjukkan pada dunia bahwa apoteker bukan profesi murah-an.

Bagaimana menurut anda?

Beberapa tanggapan : 
"susahnya.. apoteker tu udah dari dulu dihargai dari omset apotek.. yang mana kudu diakui kalo mau omset gede kudu jual barang yang nilai nominalnya gede pula.

aku cuman mikir, yang moga2 ama Tuhan dikasih kepercayaan untuk punya apotek sendiri.. aku ga bakal ambil uang resep atau margin keuntungan 20%-10%. aku hanya akan menambah nominal tertentu (misalnya: 5000 untuk obat keras, 2500 untuk obat bebas) buat semua obat..

nah, dengan begitu bukan omset yang aku kejar.. tapi jumlah pasien yang aku layani......

kira2 bisa balik modal ga ya kayak gitu? hehehe"
(dari Riza Ridho)

sebenarnya murahan or tidak itu tergantung dari pribadi masing2 apt...Apt yg mempunyai bargaining position or nilai tawar tinggi akan dihargai tinggi juga oleh psa.masalahnya banyak sejawat kita yang masih blm punya itu bahkan ga punya kewenangan apapun.jd spt pelayan toko biasa.tapi ada pula sejawat kita yg benar2 ngelola penuh n psa ... percaya sampe k masalah keuangan...dan praktis krn pengelolaan penuh salary nya pun tinggi nah di sini nilai tawar apt di pertaruhkan.nah jd yg murah an siapa nich? (dari Reina M)

04 Januari 2010

02 Januari 2010

Keraguan pada Layanan Kesehatan

Dalam dunia pengobatan dikenal istilah plasebo, suatu sediaan tanpa zat aktif obat yang dapat menyembuhkan hanya karena pasien memiliki keyakinan yang kuat. Jika tak ada rasa percaya, akan sulit bagi pasien yang sakit untuk mendapat kesembuhan. Demikianlah, kepercayaan memang memainkan peran penting dalam proses pengobatan. Namun jika melihat ke belakang di tahun 2009 kemarin, terasa keraguan dalam benak masyarakat terhadap institusi pelayanan kesehatan formal. 
 
Kemunculan dukun cilik Ponari pada Januari tahun lalu dengan batu sakti yang dipercaya mampu menyembuhkan berbagai penyakit adalah satu fenomena penting. Pesona “Ponari dan Batu Bertuah” telah menyihir puluhan ribu orang yang bahkan mencari-cari segala hal yang berkaitan dengan Ponari seperti air sumur rumahnya, hingga tempat pembuangan air keluarga Ponari. Perilaku irasional ini menunjukkan kurangnya kepercayaan masyarakat pada pelayanan kesehatan formal serta kecenderungan pada pengobatan alternatif.

Awal Februari 2009, isu puyer mengemuka menjadi polemik di berbagai media. Isu ini mengusik kepercayaan pasien pada bentuk sediaan puyer dan sediaan racikan. Selain itu, kepercayaan masyarakat pada tenaga kesehatan pun ikut terusik. Banyak yang kemudian mempertanyakan profesionalisme kerja tenaga kefarmasian di apotek terkait cara pembuatan puyer yang dianggap tidak higienis. Saldo keraguan masyarakat pada institusi pelayanan kesehatan pun bertambah satu poin.

Beberapa insiden terkait pelayanan kesehatan masih berlanjut hingga kini. Pada tanggal 13 Mei 2009, Prita Mulyasari ditahan di LP Wanita Tangerang Banten karena dituduh melakukan pencemaran nama baik terhadap Rumah Sakit Omni International Tangerang lewat internet. Email seputar keluhannya terhadap rumah sakit tersebut yang dikirim kepada teman-temannya, kemudian menyebar lewat milis. RS Omni International kemudian mengajukan tuntutan hukum pada Prita. Tindakan ini kemudian memicu rasa simpati masyarakat yang mengumpulkan koin sebagai bentuk kepedulian sekaligus protes. Salah satu dampaknya, penurunan pengunjung RS Omni sebanyak 10 persen menunjukkan ketidakpercayaan dari masyarakat. Apakah sentimen ini akan berimbas pada institusi pelayanan kesehatan formal lain? Semoga tidak demikian.

Di milis yang saya ikuti sempat muncul diskusi mengenai pelayanan kesehatan di rumah sakit yang cenderung seadanya jika petugas rumah sakit tidak didesak-desak oleh pasien. Padahal tentu sulit untuk mengharapkan pasien untuk mengadvokasi pelayanan yang baik sementara kondisinya sedang sakit. Maka biasanya kerabat pasienlah yang begitu rupa mengejar-ngejar petugas agar mendapat pelayanan kesehatan yang baik. Sering kita jumpai, keluarga pasien berjejal-jejal menunggui pasien di rumah sakit. Boleh jadi ini menunjukkan bahwa pasien dan keluarganya kurang memiliki kepercayaan bahwa petugas di rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan formal akan memberikan pelayanan terbaik untuk pasien.

Bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan kemarin, pemerintah melakukan pengobatan massal penyakit kaki gajah, namun setelah itu, terjadi kematian beberapa penduduk. Tentu sangat disesalkan bagaimana proses pengobatan dapat menjadi insiden kematian. Hasil penyelidikan menyatakan obat aman dan tidak ada human error, namun itu malah menimbulkan pertanyaan apa sesungguhnya penyebab kematian delapan warga tersebut. Salah satu dampak insiden ini, banyak warga yang merasa was-was untuk menjalani pengobatan kaki gajah. Sekali lagi, insiden ini mengusik kepercayaan masyarakat pada institusi pelayanan kesehatan formal.

Mengembalikan Kepercayaan
Beberapa toko roti kelas atas menerapkan kebijakan keterbukaan sehingga konsumen dapat langsung menyaksikan proses pembuatan produknya. Strategi ini memberikan rasa aman dan mengundang kepercayaan konsumen. Konsumen pun akhirnya mendapatkan keyakinan mengenai kualitas produk tersebut.
Bayangkan jika strategi ini diterapkan dalam pembuatan sediaan racikan. Secara psikologis, adanya konsumen yang melihat langsung akan membuat peracik obat lebih teliti dan rapi dalam meracik. Jika memang peracikan obat mengikuti prosedur baku, tidak perlu khawatir jika konsumen ingin menyaksikan langsung proses pembuatan obat racikan. Keterbukaan memang dapat mengundang kepercayaan untuk datang.

Mengembalikan kepercayaan yang hilang tidak akan mudah, tapi bukan tidak mungkin. Untuk itu diperlukan kerjasama semua pihak terkait. Untuk menuju keterbukaan, terlebih dahulu mesti ada standar yang berlaku. Standar yang bersifat terbuka sehingga masyarakat dapat mengetahui apa dan bagaimana pelayanan kesehatan yang selayaknya diperoleh. Dengan demikian, pasien sebagai konsumen jasa pelayanan kesehatan tidak akan merasa membeli kucing dalam karung, selain dapat berguna bagi institusi pelayanan kesehatan untuk membuktikan kualitasnya.

Yang terpenting, jati diri profesi kesehatan harus dikembalikan ke asalnya sebagai suatu profesi yang menjunjung etika dan nilai-nilai yang luhur. Profesi kesehatan selayaknya mengedepankan nurani dan bukan semata mengejar keuntungan dari membisniskan jasa pelayanan kesehatan. Profesi kesehatan semestinya mampu mendengarkan suara hatinya sehingga dapat menunjukkan kejujuran, empati, kepedulian, dan cinta. Bukankah hati hanya akan dapat disentuh dengan hati juga?

01 Januari 2010

Kilas Balik Perjalanan Hidup di 2009

2009

Januari : Syukur, harap dan cemas. Perasaan itu yang mewarnai awal tahun 2009 kemarin. Ketika status saya tergantung antara ya dan tidak. Begitu rupa sampai-sampai sempat merasa ingin setahun lebih tua. Januari ini juga ketika pertama mulai nulis di Catatan FB. Tepatnya 4 Januari 2009. Sudah punya NPWP.

Februari : Mulai mengabdi di kampus SMK Farmasi Bima Nusantara. Meskipun ceritanya saya di sana mengajar, sejatinya sayalah yang banyak belajar. Pelajaran tentang keyakinan dan kepercayaan hidup, dan ternyata dunia begitu berwarna, tak cuma hitam, putih dan abu-abu seperti yang saya yakini selama ini tapi mejikuhibiniu. Kota ini sangat cocok dengan kondisi saya pada waktu itu, di mana saya bisa menghilang dari kehidupan saya sebelumnya (sayangnya ternyata saya tak pernah bisa benar-benar menghilang) dan memulai hidup baru (di kota baru).

Maret : Reuni Emas Farmasi Unpad. Banyak ilham dari acara tersebut yang membuat saya tersadar bahwa saya belum apa-apa, tiada yang hebat dan mempesona, biasa saja. Sehingga menjadi ingin pula berkarya, menjelajah dunia dan nusantara. Sehari setelah acara itu jalan-jalan ke kota DODOL menyambung tali silaturahim.

April : Pertama nulis di Pasundan Ekspres. Tulisan yang kemudian membuka jalan pada beberapa hal, yang menyenangkan dan tidak begitu menyenangkan.

Mei : Kopdar pertama saya di komunitas Netsains. Dapet kaos (yei!). Agendanya lumayan seru, jalan-jalan di kebun tanaman seantero nusantara, pemaparan mengenai teknologi wimax dan diskusi mengenai milis, blog dan digital campaign sambil diselingi hiburan dan makan-makan. Pulangnya dapat oleh-oleh tumbuhan penolak nyamuk dan seabrek buku-buku keren.

Juni : Usia jadi Dua Lima. Seperempat abad. Meski tersisa satu pertanyaan yang belum dapat dijawab sepenuhnya. Berharap menjadi semakin sensitif, introspektif, dan reflektif.

Juli : Murid-murid baru SMK Farmasi Bima Nusantara. 100 kurang 1.

Agustus : Pertemuan rutin ISFI yang agak terasa lain. Meski mestinya merasa lega karena yang mengganjal selama ini sudah dilepaskan. Mendapat hadiah kejutan, sebuah jam tangan.
Bulan ini juga data-data di flashdisk mendadak hilang (d'oh). Tapi hilangnya bahan-bahan tulisan yang tak selesai, jadi bisa lebih fokus mengerjakan tulisan yang lebih punya bentuk kesudahan.

September : Sail Your Hope, dapat buku gratisan dari Bentang Pustaka (Yei!). Membagi mimpi ingin menyebarluaskan informasi dan edukasi mengenai kefarmasian dan kesehatan pada masyarakat luas seluas-luasnya melalui berbagai media baik online maupun offline. Pharmacy Publishing, Pharmacy for everyday life.

Ada juga Buka Puasa Bersama Netsains.com & Technomedia Ruang Komisi Utama Lt.3, Gedung 2 BPPT.

I'tikaf, tidak dinyana, bertemu bapak guru bahasa Inggris SMP yang killer berwibawa, alumni SMP1 Dengklok pasti tahu, Pak Sumardi. Menjelang akhir, bereuni bersama teman-teman SMP. Mendoakan keberkahan hidup untuk calon ayah dan calon ibu. Lalu berceloteh tentang kisah-kisah masa sekolah yang ternyata begitu penuh kekonyolan, masa-masa ketika masih berupa setengah manusia dewasa.

Idul Fitri. Syawal berarti peningkatan, mungkin itu sebabnya panitia shalat Ied di masjid melakukan inovasi untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan. Tahun ini SMS Ramadlan dan Lebaran teralihkan oleh riuhnya FB, tapi tetap ada beberapa SMS mampir ke hp saya. HP baru G700 karena yang G502 hilang entah kenapa.

Oktober : Perjalanan ke kampus farmasi tersayang. Tiba sekitar pukul 8. Suasana Jatinangor telah cukup banyak berubah. Gerbang kampus pun dipindah tak lagi di tempat sebelumnya.

November : Pukul 13 tanggal 13 November. Acara pertemuan ISFI Karawang di Alam Kreasi. Agendanya Halal bi halal, pengenalan kanker serviks dan sedikit tentang PP51.

Test CPNS. Pagi itu Gelora tampak ramai meski tak ada pertandingan yg dijadwalkan. Ribuan orang, 890 orang di antaranya bergelar apoteker, berdatangan dengan berbagai motivasi dan latar belakang. Duduk manis di antara angkatan yg lebih muda.

Hari pengumuman. Hari itu adalah momen kepasrahan. Que sera, sera. Setelah sebelumnya separuh kepalaku perih. Hari-hari tak kunjung berubah cerah, mendung, meski mendung tak selalu berarti akan hujan. Naskah yg dikirim tak menunjukkan tanda-tanda diterima. Saldo ATM (Artos Tina Mesin) sudah berkata "tidak" ketika hendak ditarik. Sementara uang di dompet hanya cukup untuk makan sehari. Fyuhh ... dan pengumuman belum muncul juga saudara saudara.

Tapi Selasa memang selalu luar biasa. Hari itu honor turun juga sepenuhnya (meski dipinjam dulu setengahnya). Lalu tak lama ke warnet dengan dagdigdug setelah sebelumnya merasa bodoh karena tak membawa serta kartu ujian. Akhirnya jari jemari mengklik. Dan ...

Desember : Sekali lagi menjadi bulan penuh penantian seperti tahun kemarin. Yah, seperti kata Gigi, menunggu itu bosan, coba saja kau merasakan
Ada yang hendak ditanyakan?