28 Januari 2009

Lubang dalam Hati


Di saat cinta menyemai rasa di jiwa, menghiasi hidup indahkan masa. (Persembahan Cinta-Gradasi)



Absurd memang. Belum pernah bertemu dengannya. Hanya mengenalnya lewat kata-kata yang ia tebar ke dunia. Ketika jatuh cinta pada kata-kata pertama. Kata-kata yang menunjukkan warna kepribadiannya.
Ia juga tentunya belum pernah mengenal saya. Tidak pernah ada interaksi antara ia dan saya. Jadi tak mungkin saya bilang padanya “Tak bisakah kau menungguku?”. Lalu atas alasan apa mesti merasa kehilangan ketika ia hendak menuju separuh agamanya?
Tapi bukankah rasa memiliki akan semakin besar jika pernah merasa kehilangan? Entah, saya hanya merasa bahwa ia seorang yang istimewa. Ada rasa turut berbahagia sekaligus rasa kehilangan yang berpadu membuat lubang dalam hati.




...apakah itu kamu? apakah itu dia?
Yang mampu melengkapi lubang di dalam hati...
(Lubang dalam Hati-Letto)


26 Januari 2009

Farmakogitusih

It’s about pharmaceutical care, who care? APAnya dong

tak peduli meski impor seringkali membuat kantongmu bolong

ikatan yang membuatmu merasa terikat

dan balai yang tak cukup besar dan nyaman untuk mendekat

ketika jual beli bisa membuatmu kehilangan teman

jika jilbab berarti wawancara tanpa kelanjutan

dan hidayah dihargai begitu murah

dunia carut marut yang begitu sulit berubah

dan ilmu begitu mudah dibaca menjadi angka dan koma

mahasiswa idealis namun dengan topeng apatis

mengikuti arus tanpa bertanya kenapa

berdalih untuk menjaga kebersamaan dan kesatuan

sampai semester sembilan, ketika semua bahan langsung ditelan

di tengah derasnya roda industri berputar

what's up dok? kata pabrik es yang sentosa

money pulasi, sehingga etika hanyalah jadi retorika

because no pharmacist no problem

karena satu sudah cukup untuk berjalan meski melempem

sementara semakin banyak lulusan dan alumni

transfer pricing obat yang melangit

diamlah di rumah bagai putri yang dipingit

ketika para idealis hanya berdebat tentang nama dan istilah

atau tentang eksistensi dan arti

tanpa berbuat sesuatu dan mewujudkan

dan para pragmatis begitu pasrah menerima realita tak mau berdinamika

belum lagi obat murah yang bertukar tempat dengan yang palsu

para peneliti tak bergeming seperti batu

terus dipaksa menghasilkan rakitan me too

saat riset hanya formalitas dan administrasi

maka administrasi perlu dipertanyakan kembali

karena undang-undang tidak turun dari langit

bagaimana dapat menjadi care giver

jika tak pernah mau melakukan manuver

maka visite hanya ada dalam kuliah dan wacana

ketika badan tak Sempurna tanpa Kepala

juga makmin yang dibuat tanpa standar minimal

dijaga pasukan pengaman yang membuatmu merasa tidak aman

inilah dia, sang profesi yang tidak ahli

maka praktek harus selalu mampir di Braga

banyaknya sarjana dengan nama yang tak sama

kebijakan dari menara gading, tak mampu turun ke bumi

keputusan aritmia, bradikardi sekaligus takikardi

bahkan TMS pun masih bisa beredar seperti SMS

racikan gado-gado, bagai ulekan sambal lado

SKP, sertifikasi, HET, sampai sang pendamping yang tak pernah ada di

samping

no pharmacist no more no lips service no way


For them who today, tomorrow, and ever after stand up in the front line, from all over the country. Keep your head up, brothers sisters. Stay strong.


23 Januari 2009

Khutbah Jum'at dengan Multimedia di Malaysia


Sekedar berbagi pengalaman, ada hal yang cukup unik di Malaysia yang rasanya belum saya jumpai di Indonesia (CMIIW). Di sini khutbah jumat menggunakan proyektor dan presentasi ala kuliah di kampus-kampus. Saya bukan ahli fiqih yang paham betul mengenai hal ini, tapi jika memang ternyata dimungkinkan, khutbah multimedia perlu dicoba diterapkan di Indonesia, dengan segala aspek positifnya. Setelah browsing sekejap, ternyata metode ini sudah diterapkan pertama kali di Terengganu sekitar setahun lalu. Hmm, di Indonesia ada tidak ya?

18 Januari 2009

Gadis Malaysia itu Bernama ...

Sebulan lalu perasaan saya dagdigdug campur aduk. Ketika akan melakukan perjalanan terjauh yang saya lakukan sampai saat ini. Dengan seexa kemungkinan-kemungkinan bertebaran.

13000 kilometer dari Jakarta. Setelah terbang untuk pertama kalinya, Pengalaman pertama naik pesawat terbang tentu menyenangkan. Terbang adalah salah satu keinginan terbesar manusia. Dibandingkan perjalanan darat atau laut yang sensasinya tak cukup mendebarkan. Terbang membuat kita mendapat pengalaman baru yang berkesan. Pada mulanya saya berfikir kereta adalah alat transportasi yang 'beda'. Tapi ternyata pengalaman naik pesawat terbang lebih 'nendang' lagi. Ada hal-hal yang tidak berjalan seperti keinginan, tapi jika dilihat dari langit, semua akan tampak kecil.


Saya selalu membayangkan seperti apa Indonesia di masa depan. Jadi dalam perjalanan 2 jam via udara itu saya serasa melangkah ke masa depan. Ketika Indonesia sudah relatif makmur dan maju.


Tibalah di sini, negara tetangga. Ketika seorang wanita berjilbab langsung menyapa. Rupanya penjemput kami, lalu naik mobil menuju apartment. Waktu itu lebih banyak terhanyut memandangi suasana di negeri ini. Mungkin belum sepenuhnya percaya bahwa tak lagi sedang di Indonesia tercinta. Setelah beberapa lama, makan dulu, lalu sampailah di apartment. Well, it's likely a flat. Alamak kamar mandinya bocor pula. Well, besok ke kampus.


Dan setelah beberapa hari menyelami denyut kehidupan di sinilah ketika melihat gadis itu. Seorang gadis Malaysia dengan baju kurung yang anggun. Saat dia melangkah dengan santun dan mengalun. Dan ternyata gadis Malaysia itu bernama ...


(cuma ingin niru salah satu sub judul novel ayat-ayat cinta...)


15 Januari 2009

Resensi Buku : Oei Ban Liang; Pelopor Bioteknologi, Begawan Kimia dan Sosok Guru yang Humanis


... kesibukan beliau mirip kurva gerak Brown (Prof. (Riset) DR. Soefjan Tsauri)

.. tampak gelas kimia (beaker glass) ada di meja beliau. Bukan untuk praktikum, tetapi agaknya untuk meneguk minuman. (DR.Endang Kumolowati)


Demikian sekelumit kesaksian dari para murid yang pernah menjadi bimbingan Oei Ban Liang, seorang guru besar kimia dari ITB. Ungkapan-ungkapan ini terangkum dalam sebuah buku yang mengungkap beragam sisi dari kepribadian salah seorang ilmuwan terbaik Indonesia. Termasuk sisi-sisi manusiawi dari seorang ilmuwan, yang harus memenuhi kebutuhan hidup seperti orang kebanyakan. Beragam pelajaran yang dapat dipetik dari uraian mengenai sosok sang guru sebagai ilmuwan, peneliti, inovator, pendidik, pembimbing dan agen perubahan di ranah ilmiah. Termasuk pandangan dan pemikirannya mengenai penelitian serta masa depan kimia dan bioteknologi di Indonesia.

Upaya mengenali ilmuwan Indonesia dalam bentuk buku biografi layak diapresiasi sehingga masyarakat luas dapat lebih mengenal sosok ilmuwan-ilmuwan Indonesia (salah satunya Oei Ban Liang ini). Boleh jadi memang, sains dan teknologi bukan merupakan isu yang populer di Indonesia, namun kisah anak-anak bangsa para pemenang ajang olimpiade sains tingkat dunia sebenarnya telah menunjukkan bahwa kemampuan intelektual bangsa Indonesia mampu bersanding sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. sehingga bukan tidak mungkin di kemudian hari seorang anak bangsa meraih nobel.

Buku ini terbit atas prakarsa dr Boenjamin Setiawan dan diterbitkan oleh CDK (Cermin Dunia Kedokteran). Semoga dapat menjadi inspirasi bagi para peneliti dan juga semua pihak yang terlibat dalam aktivitas-aktivitas ilmiah untuk membangun Indonesia. Saya sendiri mendapatkannya bersama souvenir lainnya ketika menghadiri malam penghargaan KSA.


Pendekatan Kultural dalam Sosialisasi Obat Generik

Beberapa waktu lalu saya mendengar sebuah pagelaran wayang di radio tentang obat generik. Disampaikan dalam bahasa sunda, rasanya ini sebuah bentuk pendekatan kultural dalam mensosialisasikan obat generik. Entah apakah ini memang program pemerintah atau CSR sebuah perusahaan swasta.

Disadari atau tidak, kesan obat generik masih tak jauh dari obat dengan kualitas rendah. Ini menjadikan akses terhadap obat generik menjadi terpinggirkan, kalah dengan serbuan obat bermerek yang berhasil menempati bawah sadar konsumen melalui promosi.

Pendekatan kultural seperti yang saya temui belakangan merupakan sebuah metode yang potensial untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap obat generik. Berkaca pada pengalaman saya di apotek beberapa masa silam, sebagian konsumen lebih suka memilih obat bermerek meski lebih mahal, padahal jika dilihat dari penampilannya, mereka bukanlah golongan yang berada. Mungkin memang obat murah tidak selalu dicari, tapi jika penyebabnya adalah karena kurang percayanya masyarakat terhadap obat generik, tentu ini menjadi persoalan karena secara ilmiah, uji bioekivalensi tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara obat generik dan obat bermerek.

Harus diakui, riset bukan program unggulan di industri farmasi lokal. Maka yang terjadi adalah melimpahnya merek obat untuk satu jenis bahan aktif yang sama. Jika uji ketersediaan hayati menunjukkan tiada perbedaan bermakna antara merek yang satu dengan yang lain, apalagi dengan obat generik, lalu mengapa mesti ada begitu banyak merek obat di pasaran? Akhirnya menjadi begitu banyak merek obat, seperti pertanyaanku tentang kamu...

Gerakan Farmasis Menulis

Rasanya masih sedikit profesi farmasis yang menuangkan gagasannya atau ilmunya dalam tulisan. Baik berbentuk buku maupun artikel di media massa. Bandingkan dengan profesi dokter. Memang bukan berarti tidak ada, tapi masih minim. Padahal farmasis juga harus adaptif dengan dinamika zaman. Karena menulis bukan sekedar aktualisasi diri, tapi sebuah upaya berbagi dan mengusung perubahan. Kalangan intelektual (mahasiswa dan mantan mahasiswa) harus terus menebar semangat menulis untuk berbagi ilmu dan menebar gagasan. Karena pertarungan hari ini adalah pertarungan ide dan gagasan. Mahasiswa (dan alumni) farmasi sebaiknya tidak hanya kuliah, yang kemudian nanti lulus dan berbaris dalam deretan panjang pencari kerja. Tentunya, pertigaan sayang kalau seperti itu saja.

Apalagi bukan rahasisa bahwa cukup banyak farmasis bergenre perempuan yang setelah menggenapkan diri, lalu menjadi ibu rumah tangga secara full time. Full (in the) House. So why not sambil menjalani peran sebagai ibu RT, juga mengaktualisasi diri dan berbagi pada masyarakat dengan menulis artikel kefarmasian. Selain berbagi ilmu dan ide, ini juga bisa jadi penghasilan (jika seminggu satu artikel saja dimuat maka lumayan lah), sekaligus turut mewarnai wacana di masyarakat. Cukup dilakukan dari rumah pula. Alasan apa lagi yang dibutuhkan?

(ditulis oleh orang yang tak tahu seluk-beluk dunia wanita dan baru berhasil menulis beberapa artikel kefarmasian)

04 Januari 2009

Layu karena Merindu


"Mereka yang telah memilih kesunyian dimalam hari sebagai bagian dari hidupnya, juga akan merasakan kesunyian disiang harinya. Saat smakin ia rasakan ksendirian dalam kebaikan, mk semakin terasa keterasingan ditengah bingar kemaksiatan"
sms tausiah, 11 juni 2004, pkl 01:21:07


Seumpama bunga yang layu karena merindukan mentari, serupa itu idealisme yang dulu disemai di kampus. Rapuh, keropos, nyaris tak berbentuk. Kesenjangan yang terlalu, antara idealita dengan realita telah menjelma hujan sehari yang menghapus kemarau bertahun. Tadinya lulus dengan asa bergumpal-gumpal seumpama awan di angkasa.

%#&@!&#^&!

Tapi yang saya temui di lapangan adalah kepahitan yang lebih getir dari obat-obat yang pernah saya cicipi saat praktikum kimia analisis. Dulu di kampus, mencontek pun nyaris tidak pernah, karena sadar nilai bukan segalanya, meski harus menelan berderet-deret pil pahit rantai karbon. Semua dijalani penuh suka, segenap aktivitas mulai rapat di pagi buta sampai pulang ngaji malam-malam dijalani sambil berjibaku dengan tumpukan tugas kuliah. Dulu pernah menaklukkan gunung di malam pekat, menyusuri puluhan kilo memanggul beban, menantang tirani di jalanan, lalu sekarang? Apa ya yang tersisa dari itu semua?



Peduli amat dengan jalan kebenaran!

Buat apa prinsip dipegang seerat-eratnya

hingga melepuhkan jemari hingga tak lagi bisa mengepal?


Apa mau berapologi bahwa lingkungan sudah berubah, tak ada lagi kawan pengingat atau Sensei yang mentausiahi? Lalu apa arti tarbiyah dzatiyah? Apa arti ikhlas, apa pula arti ukhuwah?

Bagaimana jika anda tak dapat melakukan sesuatu yang benar? Bagaimana jika anda harus melakukan sesuatu yang salah? Ketika semua tampak samar dalam kabut realitas, dan tampak tidak penting lagi untuk menggenggam kebenaran seerat-eratnya.

Ya, itulah dakwah. Sejatinya, itulah dakwah. Sadari jalan ini kan penuh onak dan duri, penuh aral menghadang yang harus dihadapi. Karena yang menanti di akhir sana, tentulah begitu indah.




Persahabatan Bagai Kepompong


We walked the along the same path for so long together

now it's when our path began to diverge

we were a lot alike...we were both aiming for the same thing. But I just...


Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa. (QS 43:67)