03 Oktober 2021

Menuju Regulasi Bahan Kimia yang Lebih Baik

The brick walls are there for a reason. The brick walls are not there to keep us out. The brick walls are there to give us a chance to show how badly we want something. Because the brick walls are there to stop the people who don’t want it badly enough. They’re there to stop the other people. (Randy Pausch, Last Lecture) 

Tahun 2015 adalah tahun yang istimewa bagi karir profesional saya. Di tahun itu, saya diberi kepercayaan untuk menerima beasiswa pada 2 (dua) pelatihan internasional, yakni short course “Governance & Food Safety In International Food Chains” pada bulan Maret, di Wageningen University and Research, Belanda dan International Training Programme ITP299 “Strategies for Chemical Management”, pada bulan September, di KEMI (Kemikalieinspektionen), Swedia.


Materi-materi dalam pelatihan yang pertama berfokus pada tema kebijakan keamanan makanan dan perdagangan internasional di Uni Eropa, sementara materi-materi pada pelatihan kedua mencakup pengembangan regulasi dan infrastruktur institusional dalam rangka peningkatan manajemen bahan kimia di tingkat nasional. Dua topik yang memiliki kaitan erat dengan bidang pekerjaan saya di Kementerian Kesehatan.

Sebagai tindak lanjut dari pelatihan-pelatihan tersebut, saya melakukan diseminasi pengetahuan yang telah didapatkan dalam bentuk penyusunan buku pedoman dan proyek perubahan. Setelah fase pelatihan, para peserta memang didorong untuk melaksanakan change project di negaranya masing-masing sesuai dengan visi misi organisasi asalnya. Pengetahuan adalah cahaya yang menerangi, membawa pencerahan. Hal itu akan terjadi apabila ilmu yang diperoleh dapat diterapkan dan bermanfaat bagi banyak orang.

Berdasarkan materi dari pelatihan “Governance & Food Safety In International Food Chains” dan dilengkapi dengan masukan dari praktisi dan tenaga ahli di bidang keamanan makanan, saya beserta tim di kantor mengembangkan buku pedoman pembinaan keamanan makanan untuk petugas kesehatan di seluruh Indonesia. Secara umum, konten buku pedoman tersebut didasarkan pada konsep analisis risiko keamanan makanan yang sedang berkembang saat ini.

Pelatihan mengenai strategi manajemen bahan kimia menyadarkan saya bahwa lingkungan sangat berkaitan dengan kesehatan manusia. Hasil dari pelatihan ITP299 “Strategies for Chemical Management” diwujudkan dalam bentuk pemberdayaan masyarakat dengan tema “Awareness Raising Regarding Safe Chemical Use in SME Food Producers in Jakarta/West Java.” Secara garis besar, proyek perubahan ini berusaha memberikan pemahaman yang benar terkait penggunaan bahan kimia pada proses produksi makanan di industri rumah tangga. Saya memilih tema ini mengingat isu keamanan makanan di Indonesia banyak terkait dengan penyalahgunaan bahan kimia berbahaya. Sebagian masyarakat cenderung menghindari bahan kimia pada makanan berapa pun jumlahnya, sementara sebagian lain menggunakannya tanpa memedulikan takaran penggunaan.

Perjalanan untuk mendapatkan beasiswa pelatihan tersebut dimulai jauh sebelumnya. Atasan di kantor pun sering mendorong saya untuk menelusuri informasi-informasi beasiswa. Seperti pada umumnya proses aplikasi beasiswa, terdapat pula proses pendaftaran, seleksi dan pengumuman penerimaan. Saya melihat ada satu kesamaan pada dua proses aplikasi beasiswa tersebut yakni penyusunan rencana kerja paska pelatihan. Di sini saya menyadari, pemberi beasiswa menitik beratkan pada pertanyaan “Apa yang akan dilakukan setelah mengikuti pelatihan ini?”

Tidak selalu mudah untuk mengupayakan perubahan ke arah yang lebih baik. Tidak mudah, tapi juga bukan tidak mungkin. Saya percaya, kita tidak perlu menyerah pada keadaan. Tembok besar yang ada di hadapan hadir bukan untuk menghentikan langkah meraih cita-cita. Ia hadir untuk menguji seberapa kokoh tekad yang dibangun, seberapa gigih usaha yang dikerahkan. Mengenali keterbatasan dan memetakan medan, mengupayakan pencapaian seraya mencari peluang. Lalu menyebarkan sebesar-besar manfaat bagi seluas-luasnya lingkungan sekitar.

Indonesia sedang menuju era di mana bahan kimia digunakan secara luas di bidang industri, agrikultur, konsumen, dan kesehatan. Dengan luasnya potensi manfaat bahan kimia, efek yang tidak diinginkan terkait kesehatan dan lingkungan tidak bisa diabaikan. Saat ini tidak ada satu badan tunggal yang kompeten dalam menangani manajemen bahan kimia terkait luasnya penggunaan dalam seluruh life cycle termasuk produksi, transportasi, penyimpanan, penggunaan dan disposal.

Pada tahun 2014, Kementerian Kesehatan melakukan Studi Diet Total untuk mengevaluasi data konsumsi makanan nasional. Fase kedua dilakukan pada 2015 untuk menganalisa cemaran kimia yang ada pada makanan. Penyalahgunaan bahan kimia berbahaya merupakan salah satu fenomena yang umum terjadi di Indonesia, khususnya yang terkait dengan produksi makanan, seperti bahan tambahan pangan, pestisida, hormon pertumbuhan dan sebagainya. Dampaknya pada kesehatan masyarakat sering terabaikan karena sebagian besar memiliki efek kronis. 

Di sisi lain, ada senyawa-senyawa psikoaktif baru yang menjadi ancaman bagi kesehatan. Kurangnya data ilmiah tentang senyawa-senyawa tersebut menjadi hambatan dalam menyusun regulasi dan penanganannya. Perlu ada terobosan dalam proses pengkajiannya.

Kesadaran ini yang menjadi salah satu motivasi bagi saya untuk mendaftar di program Erasmus Mundus Master in Chemical Innovation and Regulation. Saya tertarik dengan program ini karena kurikulumnya yang komprehensif terkait manajemen bahan kimia untuk memberikan input yang berharga dalam pengembangan kebijakan manajemen bahan kimia di Indonesia terkait keamanan pangan. Sehingga saya dapat memperluas perspektif dan memperdalam pengetahuan mengenai regulasi bahan kimia untuk melindungi masyarakat dari efek yang tidak diinginkan dari bahan kimia.