21 Desember 2021

Kilas Balik Satu Dasawarsa Pengadaan Non Obat Farmalkes (2011-2021)

Ada kemiripan antara penggunaan antibiotik dan alokasi anggaran di pemerintah. Jika telah direncanakan untuk diberikan, sebaiknya digunakan sampai habis. Meski sebenarnya ada sisi lain yang mungkin agak terlupakan, yakni bahwa sebaiknya tidak digunakan jika tidak diperlukan.

Sebagai salah satu unit utama di Kementerian Kesehatan, pelaku pengadaan di Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan tidak hanya melaksanakan pengadaan obat-obatan, namun juga pengadaan non obat. Mulai dari pengadaan yang biasa dilakukan di unit utama lain seperti pencetakan, kendaraan, sistem aplikasi, juga renovasi ruangan (pada periode tertentu), hingga pengadaan yang relatif khusus seperti pameran kesehatan, konsultan, laboratorium mikrobiologi, P4TO (Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat) dan PED (Pusat Ekstrak Daerah).

Pengadaan P4TO dan PED adalah contoh paket pengadaan di mana tidak banyak penyedia yang mengajukan penawaran sehingga terkadang paket harus diulang. Meski secara rutin dilakukan sesuai bertambahnya daerah yang menjalin perjanjian kerja sama, penyedia yang mau dan mampu mengerjakan tender ini masih relatif sedikit.

Perpres yang melandasi proses pengadaan pun berubah seiring waktu. Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah telah empat kali diubah sebelum hadirnya Perpres No 16 Tahun 2018. Tahun ini, sudah ada perubahan juga untuk Perpres No 16 Tahun 2018.

Ada juga kebijakan berupa edaran seperti Surat Edaran Kepala LKPP No 1 Tahun 2015 tentang Pengumuman Pengadaan Barang/Jasa di Surat Kabar. Pengumuman pengadaan via surat kabar kembali diwajibkan setelah pada Perpres 54/2010, penayangan pengumuman pengadaan di surat kabar menjadi hal yang bersifat pilihan. Namun sepertinya edaran ini tak banyak disadari.

Perubahan regulasi memicu perubahan pelaksanaan proses pengadaan. Dihapuskannya pejabat dan panitia penerima hasil pengadaan, hingga adanya kewajiban E-Purchasing untuk Barang/Jasa yang sudah ada dalam sistem katalog elektronik. 

Proses pengadaan terkait erat dengan perencanaan dan keuangan. Di lapangan, perbedaan cara pandang dapat memicu diskusi. Misalnya tentang definisi barang dan jasa. Untuk pengadaan pencetakan, proses pengadaannya adalah jasa, namun hasilnya memang berupa barang, dalam hal ini buku atau sejenisnya. Tidak semua jasa hasilnya tidak berwujud seperti jasa kebersihan atau jasa keamanan.

Pelaku pengadaan harus selalu mengikuti perkembangan regulasi. Sebagai contoh, istilah Penunjukkan Langsung dan Pengadaan Langsung kerap tertukar di lapangan. Penunjukkan Langsung tidak mengenal ambang nilai, namun kondisi khusus, sementara Pengadaan Langsung memiliki ambang nilai. Salah satu perubahan dalam regulasi adalah perubahan besaran nilai untuk Pengadaan Langsung.

Proses pengadaan juga terkait erat dengan keuangan. Bukti transaksi dengan besaran nilai tertentu misalnya, di Perpres cukup dengan menggunakan kuitansi, sementara di keuangan kebijakannya berbeda karena peraturan yang melandasi proses bisnis masing-masing memang berbeda.

Sistem aplikasi yang digunakan pun mengalami cukup banyak perubahan. LPSE telah berubah dari versi 3 ke versi 4. Sebelumnya perubahan jadwal pelaksanaan lelang harus diproses oleh Pokja Pemilihan ke Administrator LPSE Kemenkes. Sekarang Pokja Pemilihan dapat mengubah jadwal sendiri sesuai aturan yang berlaku. Menu-menu dalam LPSE pun semakin bervariasi seperti reverse auction dan fasilitasi pemenuhan dokumen kualifikasi. Pengunduhan dan pendekripsian dokumen penawaran misalnya dahulu dilakukan satu per satu, sekarang dapat dilakukan secara simultan.

Apapun itu, kita berharap semua dimaksudkan untuk menuju perbaikan. Semoga pelaksanaan pengadaan dapat menjadi semakin sederhana, semakin transparan, semakin efisien dan semoga semakin memberikan manfaat yang seluas-luasnya bagi masyarakat.