07 Juni 2019

Saya dan Keamanan Makanan


Penetapan Hari Keamanan Pangan Sedunia diusulkan pada Sidang ke-39 Codex Alimentarius Commission (CAC) pada tahun 2016. Setahun kemudian, FAO dan WHO menyatakan dukungannya pada usulan tersebut. Akhirnya pada tanggal 20 Desember 2018, PBB menetapkan 7 Juni sebagai Hari Keamanan Pangan Sedunia atau World Food Safety Day.
Pemilihan tanggal ini memiliki arti yang sangat personal bagi saya. Selain karena tanggal ini diapit tanggal lahir dua presiden Indonesia yaitu Soekarno dan Soeharto. Ini adalah tanggal ketika saya biasanya melakukan evaluasi serta merancang resolusi. Dan kini, salah satu topik yang dekat dengan saya, mulai akan diperingati di tingkat global pada tanggal ini.
Sebelum melangkah lebih jauh, saya teringat kisah seorang petani yang senantiasa mendapatkan hasil panen yang baik. Ketika ditanya rahasia apa yang ia miliki, ternyata ia tidak memiliki rahasia apa pun. Ia bahkan membagi-bagikan bibit unggulnya pada petani lain di sekitar. Rupanya ia berprinsip, bahwa angin akan selalu menerbangkan serbuk sari dari lahan sekitar ke lahannya, maka agar lahannya menghasilkan panen yang baik, lahan sekitar pun harus memiliki kualitas baik pula.
Januari 2011, Food Safety Modernization Act diundangkan di Amerika Serikat. Regulasi ini menekankan upaya peningkatan kapasitas regulator dan pelaku usaha pangan di negara-negara berkembang, khususnya yang menjadi mitra dagang Amerika Serikat. Sebagian negara maju seperti Belanda dan Swedia juga aktif menyelenggarakan pelatihan keamanan pangan, termasuk bagi negara berkembang.


Saya sempat merasakan beberapa pelatihan tersebut, antara lain di Amerika Serikat dan Belanda. Di Maryland saya belajar prinsip-prinsip pendekatan analisis risiko dalam keamanan makanan. Sementara di Ede saya belajar pengaturan keamanan pangan dalam perdagangan internasional. Saat itu kami mengambil studi kasus di Indonesia tentang komunikasi risiko kasus apel Lysteria. Kini sekian tahun berselang, saya kira ada kemajuan pada bagaimana cara kita menangani krisis keamanan pangan. Masih banyak catatan tentunya, tapi ada perbaikan, ada kemajuan.
Topik keamanan makanan atau food safety sepertinya akan selalu menempati ruang tersendiri dalam diri saya, bahkan meskipun kini tidak lagi menangani bidang tersebut di pekerjaan formal. Sebagai apoteker, saya merasa punya peran dalam keamanan makanan.
Inovasi di bidang makanan terus bermunculan, maka bagaimana kita memaknai keamanan makanan pun turut berubah Ditambah fakta bahwa rantai pasok pangan semakin mengglobal. Seperti di bidang farmasi, pada mulanya adalah senyawa kimia yang dijadikan obat, kemudian ternyata zat serupa dapat dihasilkan oleh tanaman atau mikroba. Mulailah dikembangkan obat biosimilar yang diperlukan pendekatan berbeda untuk menyikapinya.
Data WHO tahun 2010 yang dikutip Bank Dunia menunjukkan bahwa jumlah penyakit akibat makanan mencapai setidaknya tiga kali lipat jumlah penduduk Brasil atau sekitar 600 juta. Sementara Operasi Opson VIII-2019 di seluruh Indonesia menyita senilai 61 Miliar Rupiah pangan yang tidak memenuhi syarat keamanan pangan.
Sulit membayangkan satu instansi dapat menangani permasalahan keamanan pangan di negeri seluas Indonesia. Belum lagi, jumlah pelaku usaha bidang pangan yang sangat banyak dan bervariasi.
Makanan Indonesia memang unik. Kopi luwak misalnya. Kopi ini terkenal karena cara pembuatannya yang unik, yakni dari hasil eksresi hewan luwak. Seorang kawan dari Kenya tak henti mengernyitkan keningnya ketika kami menceritakan tentang kopi ini. “So, you guys drink shit?!”
Permasalahan keamanan pangan di Indonesia memiliki kekhasan tersendiri. Penyalahgunaan zat kimia berbahaya pada makanan adalah kasus yang relatif sering terjadi di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Makanan Indonesia pun banyak yang terdiri dari berbagai bahan seperti gado-gado atau tumpeng. Kendalanya, ketika terjadi keracunan makanan. Penyebabnya akan relatif sulit diketahui apakah dari telur, sayur atau bahan lainnya.
Salah satu hal menantang dalam keamanan makanan adalah tentang menanamkan pemahaman yang tepat. Sebagian orang acuh mengonsumi makanan yang mengandung bahan kimia berbahaya, karena merasa dari dulu juga sudah mengonsumsi tapi merasa sehat-sehat saja. Namun sebaliknya, menghindari segala hal yang berbau kimia meski dalam dosis yang diperkenankan oleh badan yang berwenang. Mungkin memang mengubah perilaku itu seperti memindahkan gunung. Bahkan barang kali yang terakhir lebih mudah dilakukan.
Indonesia menjadi anggota dan berpartisipasi aktif dalam Codex sejak tahun 1971. Indonesia pernah menjadi ketua ASEAN Task Force on Codex pada tahun 2002 dan 2008 serta Koordinator Asia untuk periode 2007-2009 dan 2009-2011. Indonesia pun telah berpartisipasi sebagai penyelenggara Sidang Codex antara lain pada Sidang ke-16 CCAsia, Sidang ke-32 CCFFP, Sidang CCNFDSU ke-36 dan Sidang ke-13 CCCF. Namun peringatan pertama World Food Safety Day ini seperti terasa kurang gaungnya di negeri ini. 
Pencanangan World Food Safety Day tentunya bertujuan meningkatkan pemahaman dan kepedulian semua pihak tentang keamanan makanan, untuk kemudian, bekerja sama (dan bukan sekedar sama-sama bekerja) melakukan segala apa yang diperlukan untuk menjamin keamanan pangan. Seperti kutipan film Avengers Endgame. We will. Whatever it takes!.

Let the word spreads! 
Vamos!