01 Oktober 2009

Klaim Budaya, Hak Cipta dan Plagiarisme

Pada tanggal 2 Oktober 2009 UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) akan menetapkan batik sebagai warisan budaya dari Indonesia (the world cultural heritage of humanity from Indonesia). 
Unesco mengakui bahwa batik sebagai warisan budaya tak benda yang dihasilkan oleh Indonesia. Menurut Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, sebagai warga Indonesia, masyarakat Jabar sangat pro batik dan sudah tentu mendukung seni batik sebagai bagian dari budaya, khususnya dalam berbusana karena batik merupakan warisan budaya asli Indonesia yang perlu dijaga dan dilestarikan. (okezone.com)
Pengakuan UNESCO ini semestinya merupakan langkah berkelanjutan dari pemerintah dalam upaya melindungi warisan budaya bangsa. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik mengatakan bahwa sejak 2003 kebudayaan Indonesia telah diakui oleh UNESCO dengan diraihnya sertifikat wayang sebagai warisan budaya tak benda dan keris sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia. Selanjutnya, pemerintah terus memperjuangkan satu per satu karya budaya dengan menominasikan angklung sebagai warisan budaya dari Indonesia. (Antara).

Antara Indonesia dan Malaysia
Pertengahan November 2008 lalu, saya sempat terlibat dalam sebuah kegiatan akademis di sebuah kampus swasta di Malaysia. Sehingga sedikit banyak menjadi bagian dari denyut kehidupan di sana, khususnya di Kuala Lumpur.

Sebagai negeri tetangga satu rumpun, suasana di Indonesia dan Malaysia tak banyak berbeda, selain pada beberapa hal saja. Dengan jumlah penduduk hanya sepersepuluh penduduk Indonesia, Malaysia cukup leluasa mengatur kekayaan negaranya untuk kesejahteraan rakyat. Infrastruktur kota seperti jalan raya dan trotoarnya terbilang nyaman, lebar trotoar di sini bahkan bisa nyaris sama dengan lebar jalannya sendiri yang menunjukkan bahwa kenyamanan pejalan kaki begitu diperhatikan. Selain itu, nyaris di setiap kedai atau toko, selalu terdapat bendera negara. Seakan ingin mengingatkan setiap pengunjung sedang berada di mana. Bagaimanapun, negara satu rumpun yang merdeka pada bulan yang sama, hubungan Indonesia Malaysia sering mengalami pasang surut.
Isu klaim budaya ini mengemuka di antara kasus-kasus lain seperti penganiyayaan TKI dan pelanggaran batas wilayah. Sebenarnya agak rumit menyikapi persoalan klaim budaya ini, karena terdapat kemungkinan tumpang tindih antara budaya Malaysia dan Indonesia, yang memang berasal dari satu rumpun. Belum lagi jika mengingat bahwa terdapat cukup banyak keturunan Melayu di Malaysia yang merupakan keturunan orang Indonesia, baik dari suku Aceh, Padang, Sumatera Utara, Jambi, Palembang, Jawa, Madura, Bugis dan sebagainya.

Negara Pembajak?
Peribahasa mengatakan "Kuman di seberang lautan nampak, gajah di pelupuk mata tak nampak". Nasihat ini mengajari kita bahwa sebelum menuding keburukan orang lain, tengoklah sejenak wajah sendiri. Sebelum menuding memaki, sejenak lihat sekeliling, adakah keburukan yang sama dalam diri? Apakah Indonesia bukan Negara pembajak?
Studi IDC (International Data Corporation) menyebutkan bahwa tingkat pembajakan perangkat lunak di Indonesia sebesar 85% dengan potensi kerugian sebesar US$ 544 juta pada 2008. 'Prestasi' ini mengantarkan Indonesia pada posisi 12 dari 110 negara yang melakukan pembajakan di dunia (www.wartaekonomi.co.id). Amerika Serikat bahkan menempatkan Indonesia dalam daftar hitam pelanggar Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) pada kategori ‘Priority Watch List’. Lembaga US Trade Representative (USTR) merilis laporan tersebut dalam tajuk ‘Special 301′ seperti dikutip detikINET (Mei, 2009).
Dan kita tentu tahu, bukan cuma perangkat lunak, tapi produk kreasi budaya seperti musik dan film tidak lepas dari pembajakan di negeri ini. Fenomena seperti ini telah berulang kali dikeluhkan oleh para pelaku seni di negeri kita. Menurut www.majalahtrust.com, sampai tahun 2003 saja, peredaran produk bajakan menyebabkan kerugian negara dari sektor pajak mencapai Rp 1,189 triliun dan kerugian industri rekaman bahkan sampai Rp 16 triliun. 
Seperti dilansir di portal berita Kompas.com pada tanggal 20 Agustus 2009, Data Departemen Perindustrian menunjukkan bahwa, 70 persen dari 32 produsen cakram optik yang beroperasi di dalam negeri, 22 di antaranya melakukan usaha pembajakan dengan jumlah produksi mencapai 365,76 juta keping di tahun ini.
Terdapat perbedaan antara karya seni budaya dengan karya cipta yang bersifat pembaruan teknologi. Secara terminologi, paten merupakan klaim terhadap pembaruan teknologi dan sebenarnya bukanlah hak untuk menggunakan suatu karya cipta, melainkan lebih pada hak untuk mengecualikan pihak lain untuk memanfaatkan karya cipta tersebut.
Menurut Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, tidak ada paten untuk seni budaya. Karena jika masa berlaku paten suatu seni budaya telah habis, maka seni budaya tersebut dapat diklaim oleh siapa saja.

Bangsa yang Kreatif?
Tersinggungnya kita ketika ada pihak yang mengambil kekayaan budaya semestinya juga menyadarkan kita bahwa pengambilan hak cipta semena-mena itu menyakitkan. Bentuk penganiyayaan hak cipta ini wujudnya dapat bermacam-macam, salah satunya di bidang literasi adalah mengutip artikel seutuhnya tanpa mencantumkan penulis dan atau sumber. Sebagai bangsa yang kaya seni budaya, selayaknya kita memiliki kebanggaan dalam menciptakan konten yang baru dan segar dan bukan sekedar meniru atau bahkan menjiplak habis-habisan kreatifitas orang lain.
Apakah kita masih berani menyebut diri bangsa yang kreatif? Jika sempat berwisata ke toko-toko buku, berapa banyak judul atau desain sampul yang serupa dengan Ayat-Ayat Cinta atau Laskar Pelangi ketika novel-novel tersebut sedang 'booming'? Ketika ada suatu acara televisi yang digemari, stasiun TV lain segera berlomba membuat acara serupa. Mengapa kita melakukan pembajakan? Bukankah nenek moyang kita seorang pelaut, bukan bajak laut? Jangan sampai ada yang melemparkan ke wajah kita, ucapan ‘maling teriak maling’. Bagaimana menurut anda?

2 komentar:

  1. Apa perlu sebuah Piracy itu dilegalkan secara Undang2 hehehe... Legalisasi terhadap pembajakan bisa memicu perang dunia ke-3

    -Laskar Pelangi-

    BalasHapus
  2. mantaf, setuju, sebelum saling menyalahkan kita kudu introspeksi ke diri masing-masing apa yang sudah kita perbuat untuk menjaganya

    BalasHapus