07 Maret 2008

Ada Apa dengan (Ayat Ayat) Cinta


Terkadang waktu berjalan sedemikian cepatnya tanpa memberi kita kesempatan untuk berpikir sebenarnya apa yang sedang terjadi pada diri kita sendiri. (Novel Ayat Ayat Cinta)



Suatu hari saya bersama ibu-ibu dan remaja-remaja kompleks pergi bersama untuk menonton film Ayat-ayat Cinta. Apa daya kasih tak sampai, tiketnya habis saat tiba di lokasi. Kami pun kembali pulang. Di perjalanan sempat terbersit pertanyaan, mengapa film ini rasanya begitu banyak dinanti? dibanding film lain yang seperiode seperti Love, XL, dan sebagainya dan sebagainya. Kompas memuat berita bahwa 95 % kursi selalu terisi di bioskop yang memutarnya. Pita film ini bahkan digandakan hingga 100 copy, sementara film-film Hollywodd saja biasanya hanya dibuat 65-70 copy.


Apakah karena adanya penundaan dari jadwal tayang semula sehingga memicu rasa ingin tahu? Apakah karena diangkat dari novel best seller (meskipun sebagian berpendapat bahwa novelnya berbeda dengan film)? Apakah yang terjadi? Ada apa dengan ayat-ayat cinta?


Apalagi jika melihat kontennya, sebuah tayangan religi dengan tema cinta, menampilkan perempuan bercadar, menceritakan poligami, belum lama setelah nuansa valentine. Seolah ingin bersanding dengan usungan persepsi cinta yang selama ini akrab di masyarakat. Tema cinta dalam bingkai religi. Apakah cinta memang seia sekata dengan religiusitas? Jadi teringat bahasan di beberapa blog tentang redefinisi pacaran islami.


Padahal banyak orang bilang filmnya berbeda dengan novel (yang merupakan best seller). Dimana-mana karya yang mengalami alih media pasti beda hasilnya. Saya nonton Meitantei Conan di TV saja beda rasanya dengan baca komiknya. Demikian juga dengan Harry Potter. Sehingga tentu film ini tentu pasti berbeda dengan novelnya. Tapi, menarik juga membaca kisah di balik pembuatannya.


Atau mungkin karena lagunya muncul duluan dan menimbulkan penasaran? Sound tracknya terbilang irit, cuma ada tiga lagu baru, dua lagu dari Ungu dengan aransemen ulang. Rossa membawakan Ayat Ayat Cinta, yang sepertinya mewakili curahan hati Maria. Lagu lain yang dibawakan Rossa, Takdir Cinta rasanya menggambarkan perasaan Nurul pada Fahri. Sementara lagu Jalan Cinta yang dibawakan Sherina tampaknya menggambarkan nuansa hati Aisha di bagian akhir cerita.


NB : Tulisan ini dibuat sebelum saya menonton film Ayat Ayat Cinta (terus kenapa?)


Bagian ini dibuat setelah saya menonton film AAC


Jadi juga, tapi sayang tertinggal sebagian cerita karena telat. Saat tiba, adegan sudah pada saat Noura diungsikan ke tempat Nurul.


Menurut saya, filmnya : Bagoes ! Kalau belum baca novelnya, tentu jadi ingin baca, seperti saat belum nonton filmnya

Yah walaupun rasanya ada adegan yang tak perlu. Sayang penggunaan bahasanya rancu, dan tidak jelas, siapa menggunakan bahasa Indonesia, Arab dan Ingggris.


Karakter Fahri dibuat lebih membumi, karakter Nurul di Film terasa hanya sebagai pelengkap. Media film dengan novel memang berbeda.

Wajar jika sebagian pembaca fanatik novel ini mungkin akan kecewa.


Namun dengan segmentasi penonton bioskop. Rasanya kita bisa berharap semoga yang menonton film tersebut termotivasi untuk menjadi lebih baik. Filmnya gak sempurna, novelnya juga ngga sempurna. Tapi bagus. Film dan Novelnya bagus, dengan karakter masing-masing.


Akhirnya, Saya mesti bersyukur karena ruangan bioskop gelap sehingga ... yah pokoknya film ini bisa menguras kelenjar lacrimale

Oh iya, tebakan saya tentang Ostnya salah ternyata.

Jadi, ada apa dengan Ayat Ayat Cinta? Nggak ada apa-apa tuch.


Semua kembali lagi pada iman kamu (Film Ayat Ayat Cinta)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar