31 Juli 2008

Menemukan Antibiotik dari Zat Pewarna

Gerhard Domagk (1895-1964)


Siapa menyangka bahwa obat antibakteri pertama di dunia ternyata berasal dari senyawa yang mulanya digunakan sebagai zat pewarna? Pada tahun 1932, Gerhard Domagk menemukan bahwa sebuah zat pewarna merah ternyata mampu melindungi tikus dan kelinci terhadap dosis letal stafilokokus. Zat tersebut adalah Prontosil yang merupakan turunan dari sulfanilamid (p-aminobenzenesulphonamide) yang telah berhasil disintesis oleh seorang ahli kimia, Paul Gelmo pada 1908. Royston M Roberts dalam bukunya Serendipity memasukkan kisah penemuan sulfanamid sebagai salah satu ketidaksengajaan dalam penemuan bidang sains.

Antibakteri Pertama

Setelah Domagk menemukan efek antibakteri Prontosil, Jacques dan Thérèse Trefouel dari French Pasteur Institute menemukan fakta bahwa terdapat beberapa senyawa yang mirip dengan Prontosil dan memiliki efek antibakteri yang sama. Senyawa-senyawa ini mengandung struktur sulfonamid yang sama.

Diketahui kemudian ternyata Prontosil dimetabolisme di dalam tubuh menjadi sulfanilamid (para-aminophenylsulfonamide), sebuah molekul yang lebih sederhana dan tak berwarna. Ternyata molekul Prontosil terdiri dari dua bagian, triaminobenzen, yang memberi warna merah, dan p-aminobenzen sulfonamid, yang kemudian dikenal dengan nama sulfanilamid, yang merupakan komponen aktif yang memiliki efek terapeutik.

Penggunaan obat sulfa sangat pesat pada masa Perang Dunia kedua. Pada saat itu, setiap prajurit Amerika dilengkapi kotak P3K yang berisi bubuk sulfa dan perban untuk merawat luka. Mereka diajari untuk menaburkan bubuk sulfa segera pada setiap luka terbuka untuk mencegah infeksi. Seperti diungkap Domagk pada pidato Nobelnya, tentara Amerika kehilangan 8,25 % dari prajurit yang terluka hingga meninggal dunia pada Perang Dunia pertama. Setelah sulfonamid digunakan pada Perang Dunia kedua, hanya 4,5 % yang meninggal akibat luka. Kisah sukses sulfonamid antara lain dalam perannya melawan meningitis epidemica, hasil penelitian menunjukkan bahwa 90-95% pasien yang menderita meningitis epidemica dapat pulih dengan pemberian oral sulfonamid. Pada tentara Amerika, jumlah kasus fatal prajurit yang menderita meningitis epidemica turun dari 39,2 % pada Perang Dunia pertama menjadi 3% pada Perang Dunia kedua karena peran sulfonamid.

Prontosil lebih dikenal oleh publik ketika pada tanggal 28 Desember 1936, putera presiden Roosevelt; Franklin Jr sedang menderita sakit radang tenggorokan akibat infeksi Streptococcus haemolyticus. George Loring Tobey Jr., seorang dokter spesialis THT kemudian memberinya injeksi Prontosil. Kondisi Franklin Jr kemudian berangsur-angsur membaik.

Pengembangan Prontosil membuka era baru dalam pengobatan kemoterapi. Obat antibiotik golongan sulfa merupakan golongan antibiotik yang pertama ditemukan. Seperti diulas di pubs.acs.org, senyawa Prontosil sebenarnya adalah sulfamidochrysoidine, yang dinamai Prontosil Rubrum, karena warna merahnya. Senyawa ini pertama disintesis oleh Paul Gelmo dan patennya berakhir sebelum penemuan Domagk, sehingga ketika itu banyak pabrik farmasi berlomba-lomba memproduksi obat sulfa karena patennya telah berakhir. Diperkirakan lebih dari 5,000 turunan senyawa dihasilkan namun hanya sekitar 20 senyawa yang memiliki nilai medis. Misalnya sulfapiridin, untuk mengobati pneumonia; sulfatiazol, digunakan untuk pneumonia dan infeksi stafilokokus; sulfadiazin, untuk mengobati infeksi pneumonokokus dan streptokokus, dan sulfaguanidin untuk mengobati disentri.

Dilarang Menerima Nobel

Domagk memperoleh gelar dokter dari University of Kiel pada 1921. Setelah mengajar di Universities of Greifswald (1924) dan Munich (1925), ia menjadi direktur I.G. Farbenindustrie (Bayer) Laboratory for Experimental Pathology and Bacteriology, Wuppertal-Elberfeld. Terinspirasi oleh ide Paul Ehrlich, ia mulai menguji zat pewarna yang baru dikembangkan untuk efek melawan infeksi. Ia menemukan efek antibakteri dari salah satu zat pewarna yang diuji. Zat tersebut, Prontosil, kemudian sukses pada pengujian klinis untuk infeksi streptokokus pada manusia. Domagk menggunakannya pada puterinya sendiri ketika puterinya terkena infeksi streptokokus.

Pada 1939 Panitia Nobel menganugerahinya Nobel Kedokteran untuk penemuannya. Domagk tidak menerima penghargaan tersebut karena tekanan Nazi (Pihak Nazi marah karena pada tahun 1935, seorang pengkritik Nazi, Carl von Ossietzky memenangkan Nobel Perdamaian. Karena itu, mereka melarang seorang Jerman untuk menerima hadiah Nobel), dan baru pada tahun 1947 Domagk dapat menerima medali dan diploma Nobelnya. Demikian seperti diterangkan di nobelprize.org.

Domagk dilahirkan di Lagow, Brandenburg pada 30 Oktober 1895. Domagk belajar kedokteran di University of Kiel, tapi kemudian terlibat di Perang Dunia pertama. Setelah perang, ia menyelesaikan studinya dan bekerja di University of Greifswald. Pada tahun 1925, ia menikahi Gertrud Strübe dan dikaruniai tiga putera dan seorang puteri. Domagk meninggal pada 24 April 1964 di Burgberg.

Penemuan efek antibakteri sulfonamid bukanlah satu-satunya kontribusi Domagk pada perkembangan kemoterapi. Ia juga menemukan nilai terapeutik dari basa ammonium kuarterner. Selain itu ia berperan dalam masalah kemoterapi TBC dan turut mengembangkan tiosemikarbazon (Conteben) dan isonicotinic acid hydrazide (Neoteben). Domagk percaya bahwa tujuan puncak dari kemoterapi adalah untuk mengobati dan mengontrol karsinoma dan ia yakin bahwa hal ini akan terwujud di masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar